Salam
Berbudi....Kepada bapak ibu guru yang mengajar matematika dituntut untuk
memperbaiki metodologi pembelajaran di kelas, menyusul anjloknya nilai ujian
nasional (unas) matematika di jenjang SMP maupun SMA tahun ini. Pembelajaran
matematika yang membuat siswa seperti mesin, sudah kuno dan harus ditinggalkan.
Guru
Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unesa Prof Siti
Maghfirotun Amin menuturkan sejak 2000 lalu di kampusnya sudah dikenalkan
pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI).
Melalui
konsep PMRI itu, anak-anak diminta menyelesaikan soal berbentuk cerita dan
dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam
mengerjakan soal tersebut, anak-anak dibebaskan menggunakan caranya
sendiri-sendiri. Setelah itu baru sang guru membimbing dan mengarahkan ke
konsep matematika formal.
’’Jadi
ada ruang menumbuhkan kreativitas pada anak-anak. Selama ini anak-anak dilatih
seperti jadi mesin,’’ katanya, Rabu (29/5).
Pada
pembelajaran matematika yang umum berlaku saat ini, Siti mengatakan soalnya
seperti ini maka mengerjakannya seperti ini. Guru tidak pernah memberikan
penjelasan sehingga siswa ikut bernalar dalam menghadapi sebuah soal
matematika.
’’Belajar
matematika itu tidak seperti membaca resep,’’ katanya.
Menurut
Siti yang menjadi persoalan selama ini soal ujian pada umumnya adalah pilihan
ganda. Pada soal jenis ini, bagaimana cara menalar dalam mengerjakan soal tidak
diperlukan. Yang penting jawabannya tepat.
Sehingga
dalam pembelajaran sehari-hari, guru menerapkan cara singkat atau sering
disebut smart solution. Padahal cara ini tidak menumbuhkan nalar peserta didik.
Menjadi
persoalan ketika tahun ini Kemendikbud memasukkan soal matematika yang menuntut
siswa untuk bernalar. Siswa menjadi kebingungan untuk menjawab soal yang karib
disebut higher order thinking skill (HOTS) itu.
Ke
depan Siti berharap guru harus paham cara mengaplikasikan konsep matematika
sehingga dekat dengan persoalan sehari-hari siswa.
’’Matematika
tidak disukai karena siswa tidak mengerti fungsinya. Opo… iki (apa ini, Red),’’
jelasnya. Sebaliknya ketika anak-anak disuguhkan dengan aplikasi matematika
yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, maka anak-anak bisa menjadi senang
terhadap pelajaran matematika.
Untuk
menyiapkan siswa menghadapi unas tahun depan, Neni mengatakan guru bisa
menyiapkan jam tambahan. Jam tambahan ini khusus untuk membedah soal-soal yang
membutuhkan nalar tingkat tinggi. (Sumber : Jawapos.com).
Demikianlah
informasi tentang cara meningkatkan daya nalar siswa dalam belajar Matematika
dengan bentuk cerita yang dikembangkan oleh siswa sendiri berhubungan kehidupan.
Semoga informasi ini menjadi alternatif kepada guru matematika untuk mengubah
cara lama menjadi cara baru. Semoga info ini bermanfaat.